Header Ads Widget

Pasca Maulid Nabi Muhammad Saw, lalu Apa?


Oleh : Bagoes MS

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw kita peringati setiap tanggal duabelas Rabi’ul Awal. Pada tahun 2021 ini jatuh bertepatan dengan tanggal 19 Oktober tahun Masehi. Momentum maulid terlalu indah untuk sekadar dibicarakan, sebab setiap tahun jutaan umat Islam merayakan hari lahir kekasih Allah Swt ini dengan pelbagai cara dan ragam keunikannya. Tak pantas rasanya kita “mengusik” ekspresi kegembiraan sekaligus kecintaan sebagian umat Islam terhadap Rasulullah Saw, manusia teragung yang akan memberikan syafa’atnya kepada umatnya yang terpilih.

Rasanya, sudah cukup berbagai kontroversi perdebatan panjang tak berujung yang bakal merusak tatanan Ukhuwah Islamiyah hanya karena gegara bab furuiyah ini. Kalangan yang merayakannya kita apresiasi dengan penuh ketakjuban, betapa tingginya rasa mahabbah kepada Baginda Rasul sehingga ketika hari lahirnya tiba tiap tahun, rasa cinta dan rindu yang teramat dalam muncul melalui lantunan zikir, sholawat, barzanji, atau kegiatan-kegiatan seremonial lainnya yang menjunjung nilai tradisi. 

Terlepas dari beberapa seremoni yang kadangkala membuat kita mengernyitkan dahi, semisal di wilayah Serang Banten dan sekitarnya, kegiatan pawai panjang mulud yang diisi dengan musik-musik ajeb-ajeb atau membawakan seorang biduanita, atau hal lainnya yang kerap kali berlawanan dengan syariat. Kita akan mengatakan bahwa itu kesemuanya dilakukan oleh oknum yang tak bertanggungjawab, yang menodai kesucian Rasulullah Saw serta merusak tujuan mulia dari perayaaan maulid. Namun hal itu tidak dapat menjadikan dasar bahwa perayaan maulid diisi dengan hal yang tidak bermanfaat. Itu keliru! Banyak kebermanfaatan lain yang lebih menonjol dan bisa kita petik pelajaran, semisal nilai silaturrahmi, syiar dan dakwah, saling berbagi, nilai ta’awun (kerjasama), bahkan nilai kearifan lokal yang penuh ibrah.

Tak layak pula kita menghakimi teman-teman dan saudara seiman lain yang tidak ikut merayakan maulid Nabi. Husnudzon kita, mereka punya cara lain dalam mengekspresikan rasa cinta kepada Baginda Rasul. Bisa jadi mereka melantunkan lafadz sholawat Nabi sebanyak-banyaknya (zikron katsiro) di hari maulid Nabi sebagaimana perintah Allah dan RasulNya. “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab : 56).

Sementara itu terhadap kelompok yang masih menghujat, mencerca dan menyalahkan perayaan Maulid dengan mengatakan bahwa hal ini bid’ah dholalah, kita juga cukup berdo’a kepada Allah Swt, memohon terus petunjuk dan hidayahNya, sembari berharap dan bergantung kepada Allah ihwal persatuan dan persaudaraan Islam jangan sampai tercerai berai. Cukuplah Allah sebagai penolong kita, cukuplah Allah sebagai pemberi cahaya dan petunjuk, sebab masalah atau bab tentang ini, bukanlah hal baru akan perbedaan pendapat para ulama dalam menyikapi Maulid. 

Hal terpenting yang harus bersama kita lakukan adalah, setelah maulid Nabi ini, apa yang harus kita perbuat? Pasca maulid, seberapa banyak perubahan diri kita? Apakah kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya? Apakah akhlak kita bertambah baik? Apakah kita sudah bertobat dari dosa yang kita lakukan? Dan apakah rasa cinta kita kepada nabi semakin meningkat, dibuktikan dengan berapa sunnah-sunnah nabi yang telah kita lakukan dan jadi kebiasaan? Dan satu lagi, seberapa banyak lantunan sholawat yang kita lafalkan setiap harinya? 

Maka, pasca maulid Nabi Muhammad Saw ini, lalu kita mau apa? Wallahu a’lam bisshowaab.

(Penulis tinggal di Waringinkurung, Kab. Serang Banten)